Tukang Siomay yang Berdo’a

Tadi sore sepulang dari Pekalongan, saya singgah di sebuah masjid di tepi jalan untuk sejenak melepas kerinduan pada-Nya setelah itu saya duduk-duduk di beranda masjid untuk meluruskan tulang punggung dan tetep tak ketinggalan “bercumbu” dengan bis.

Kekaguman saya kali muncul bukan karena melihat aneka ragam bis seperti Sinar Jaya, Zentrum, Jaya Mulya ataupun Metropolitan akan tetapi ada sesuatu pemandangan ganjil yang tidak biasa kusaksikan ditengah virus hedonisme yang kian menggurita.

Anda penasaran?, begini ceritanya. Ketika saya sedang asyik memperhatikan bis dan menghisap dalam-dalam rokokku ada seorang penjual siomay dengan santun permisi lewat sampingku saat itu pula sedikit kejengkelanku sirna karena sedari tadi ketika aku memperhatikan bis gerobak siomaynya yang kunilai kurang aerodinamis dengan selusin botol saos dan kecap berjajar tak simetris diparkir tepat menghalangi pandanganku.

Apakah kekagumanku muncul karena sopan santunnya?,bukan. Atau karena gerobaknya yang kurang aerodinamis itu?, bukan juga. Terus apa dong? Bikin kesel aja nich yang nulis, dasar blogger murtad!!.

Hehe, kekagumanku muncul karena… Oiya tunggu dulu sebelumnya saya adalah orang yang susah untuk kagum pada sesuatu hal, jadi sebuah prestasi tersendiri jika saya mampu kagum pada seorang penjual siomay. Jadi singkatnya ada dua hal yang membuatku kagum. Pertama, saya kagum pada beliau masih sempat menyisihkan waktunya yang padat untuk sejenak meluangkan waktu mengadu pada-Nya. Padahal jika dilihat dari prinsip ekonomi jika beliau terus  berkeliling untuk berdagang tanpa terpotong untuk shalat tentu hasilnya akan lebih banyak. Kedua, sebelum si penjual siomay itu mengawaki gerobaknya beliau terlebih dahulu menghaturkan dengan lirih sebait do’a kepada Sang Pemberi Rizki, sebuah hal yang sudah sangat langka kita jumpai ditengah kesulitan ekonomi yang menghimpit seperti sekarang ini, inilah hal yang membuatku terkagum-kagum pada penjual siomay tersebut.

Saya berharap setelah kalian membaca tulisan ini kalian dan saya akan dapat meniru amalan dari penjual siomay tersebut, dan yang saya takutkan kalian akan berbondong-bondong beralih profesi menjadi penjual siomay hanya untuk mendapatkan sebuah kekaguman dariku, maaf jangan harap ya, karena saya tidak akan kagum pada penjual siomay seperti kalian.

Tentang arief nanda

the propaganda
Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

6 Balasan ke Tukang Siomay yang Berdo’a

  1. titin berkata:

    ketakwaan manusia tingkatan stadiumnya berbeda, belum tentu si penulis melakukan hal yg sama setelah di kaji lebih dalam ternyata bis lebih sgalanya ketimbang meluangkan waktu untuk-Nya ” TANGGUNG” itu kata yg terucap saat waktu tiba.

    • arief nanda berkata:

      itulah gunanya saya mempublish tulisan ini, agar kita bisa sama-sama meningkatkan ketakwaan kita. jadi kisah ini hanya sebuah media pembelajaran bagi kita..

      • winwheng berkata:

        pertama2 nie ea..gwe mo nanya..sumpeh loe mampir ke masjid krn rindu pada-NYA???? jangan2 cm krn mo leren numpang ‘udud’ he… but ok lah kalo beggetoo..lumayan ternyata koncoku sing siji iki belum kehilangan ‘rasa’…he..pizzzz…

  2. ovassybie berkata:

    akhirnya, bisa nuangin bakat nulisnya 🙂
    selamat atas terbitnya blog ini mas..
    #hahaha telat banged comentnya yaaa 😀

  3. arief nanda berkata:

    @winwheng. keimanan saya memang fluktuatif, layaknya para pengusaha muda lainnya (apa hubungannya coba?)

Tinggalkan Balasan ke ovassybie Batalkan balasan